TUGAS INDIVIDU
TEKNOLOGI PENGELOLAAN
KAYU
PAPAN
PARTIKEL, PAPAN SEMEN,
DAN
KOMPOSIT POLIMER KAYU
Oleh
Nama
: Irfan Asmadi
Nim
: M111 10 010
Kelas : A
FAKULTAS
KEHUTANAN
UNIVERSITAS
HASANUDDIN
MAKASSAR
2012
Papan partikel
Papan partikel adalah salah satu jenis
produk komposit/panel kayu yang terbuat dari partikel-partikel kayu atau
bahan-bahan berlignoselulosa lainnya, yang diikat dengan perekat atau bahan
pengikat lain kemudian dikempa panas.
1.
Deskripsi Umum Papan Partikel.
Maloney (1993) mengemukakan bahwa papan partikel adalah
salah satu jenis produk komposit/panel kayu yang terbuat dari partikel-partikel
kayu atau bahan-bahan berlignoselulosa lainnya, yang diikat dengan perekat atau
bahan pengikat lain kemudian dipres.
Berdasarkan kerapatannya, Maloney (1993) membagi papan
partikel dalam tiga golongan yaitu:
a. Papan partikel berkerapatan rendah
(low density particleboard)
Papan
partikel berkerapatan rendah yaitu papan yang mempunyai kerapatan kurang dari
0,4 g/cm3.
b. Papan partikel berkerapatan sedang
(medium density particleboard) yaitu papan yang mempunyai kerapatan 0,4-0,8
g/cm3.
c. Papan partikel berkerapatan
tinggi(high density particleboard) yaitu papan yang mempunyai kerapatan lebih
dari 0,8 g/cm3.
Haygreen & Bowyer (1986) menyatakan bahwa tipe-tipe
papan partikel yang banyak digunakan memiliki perbedaan dalam ukuran dan
geometri partikel, jumlah perekat yang digunakan, cara pembuatan dan kerapatan
panel yang dihasilkan. Sifat-sifat dan kegunaan potensial papan berbeda dengan
fungsinya ini.
Tipe-tipe partikel yang digunakan untuk papan partikel adalah
: Haygreen & Bowyer (1986)
a. Shaving: partikel kayu kecil berdimensi
tidak menentu yang dihasilkan apabila mengetam lebar atau sisi ketebalan kayu.
Bervariasi dalam ketebalan dan sering tergulung.
b. Flake: partikel kecil dengan dimensi yang
telah ditentukan sebelumnya yang dihasilkan dari peralatan khusus.Seragam
ketebalannya, dengan orientasi serat sejajar permukannya.
c. Wafer: partikel seperti flake yang lebih
besar. Biasanya lebih dari 0,025
inci tebalnya dan lebih dari 1 inci panjangnya dan ujungya meruncing.
inci tebalnya dan lebih dari 1 inci panjangnya dan ujungya meruncing.
d. Chip: sekeping kayu yang dipotong dari
suatu balok dengan pisau atau pemukul, seperti mesin pembuat tatal kayu pulp.
e. Sawdust: dihasilkan dari limbah pemotongan kayu
oleh gergaji.
f. Strand: shaving panjang, tetapi pipih dengan
permukaan yang sejajar.
g. Sliver: potongan kayu melintang persegi
dengan panjang paling sedikit empat kali ketebalannya.
h. Wood
wool (ekselsior): sliver yang panjang,
berombak, ramping.
Dari uraian diatas dapat disimpulkan bahwapapan partikel memiliki tipe-tipe partikel sebagai berikut yaitu shaving, flake,wafer,tebal ,panjang, chip, sawdust, strand,silver,wood wool(ekselsior).
Dari uraian diatas dapat disimpulkan bahwapapan partikel memiliki tipe-tipe partikel sebagai berikut yaitu shaving, flake,wafer,tebal ,panjang, chip, sawdust, strand,silver,wood wool(ekselsior).
2. Sifat
Papan Partikel
Kualitas papan partikel merupakan fungsi dari beberapa
faktor yang berinteraksi dalam proses pembuatan papan partikel tersebut. Metode
pengujian sifat fisik dan mekanis papan partikel mengacu pada ketentuan yang
ditetapkan oleh SNI 03-2105-1996.
Uji sifat mekanik dan sifat fisik yang dilakukan terdiri dari
kadar air, kerapatan, pengembangan tebal, kuat tekan, kuat lentur, modulus
elastisitas, kuat tarik tegak lurus permukaan dan kuat pegang sekrup papan
partikel
a. Kadar Air
a. Kadar Air
Kadar air papan partikel tergantung pada kondisi udara
disekelilingnya, karena papan partikel ini terdiri atas bahan-bahan yang
mengandung lignoselulosa sehingga bersifat higroskopis. Kadar air papan
partikel akan semakin rendah dengan semakin banyaknya perekat yang digunakan,
karena kontak antara partikel akan semakin rapat sehingga air akan sulit untuk
masuk diantara partikel kayu ( Widarmana 1977). Sutigno (1994) menyatakan bahwa
kadar air papan partikel ditetapkan dengan cara yang sama pada semua standar,
yaitu metode oven (metode pengurangan berat).
Sampel yang digunakan berukuran 5 cm x 5 cm. Contoh uji
ditimbang (B1) terlebih dahulu, kemudian direndam selama 24 jam dalam air dan
setelah itu ditimbang lagi (B2). Kadar air mempengaruhi daya tahan papan
partikel. Semakin rendah kadar air maka daya tahan papan partikel akan semakin kuat
(Ariesanto, 2002).
b. Kerapatan.
Kerapatan adalah suatu ukuran kekompakan suatu partikel
dalam lembaran. Nilainya sangat tergantung pada kerapatan serat digunakan dan
besarnya tekanan kempa yang diberikan selama proses pembuatan lembaran. Makin
tinggi kerapatan papan pertikel yang akan dibuat akan semakin besar tekanan
yang digunakan pada saat pengempaan (Haygreen dan Bowyer 1996).
Sampel diukur panjang, lebar dan tebalnya, dengan ukuran 10 cm x 10 cm x 1 cm, kemudian dihitung volumenya (V), lalu contoh uji ditimbang untuk menentukan beratnya (B).
Sampel diukur panjang, lebar dan tebalnya, dengan ukuran 10 cm x 10 cm x 1 cm, kemudian dihitung volumenya (V), lalu contoh uji ditimbang untuk menentukan beratnya (B).
c. Pengembangan Tebal
Pengujian papan partikel dilakukan terhadap contoh uji
berukuran kecil yaitu sebesar 5 cm x 5 cm. Sampel diukur tebalnya (T1), lalu
direndam dalam air secara horizontal kurang lebih 3 cm dibawah permukaan air
selama 24 jam. Setelah itu diukur kembali tebalnya (T2). Pengembangan tebal
menentukan penggunaan papan partikel untuk keperluan interior atau eksterior.
Apabila pengembangan tebalnya tinggi maka stabilitas dimensi papan rendah dan
tidak dapat digunakan untuk keperluan eksterior atau untuk jangka lama
(Ariesanto, 2002).
d. Pengujian kuat lentur.
Kuat lentur adalah kekuatan untuk menahan gaya-gaya yang
berusaha melengkungkan bahan atau menahan beban-beban mati maupun yang hidup selain
beban pukulan yang harus dipikul oleh bahan tersebut.
Pada pengujian kuat lentur akan mengarah ke modulus patah
dan modulus elastisitas. Modulus of Rupture dan Modulus of Elasticity Sifat
yang dimaksud adalah tingkat keteguhan papan partikel dalam menerima beban
tegak lurus terhadap permukaan papan partikel. Semakin tinggi kerapatan papan
partikel penyusunnya maka akan semakin tinggi sifat keteguhan dari papan
partikel yang dihasilkan (Haygreen dan Bowyer 1989).
Pengujian dilakukan sampai Sampel patah dengan alat penguji,
UTM dengan jarak sangga 15 cm. Contoh uji yang dipakai berukuran 20 cm x 5 cm.
Nilai modulus patah dipengaruhi oleh nilai kerapatan, semakin tinggi nilai
kerapatan maka semakin tinggi nilai modulus patahnya dan sebaliknya (Ariesanto,
2002).
f. Kuat Pegang Sekrup
f. Kuat Pegang Sekrup
Sekrup yang berdiameter 3,1 mm dan panjang 13 mm dipasang
pada permukaan sampel yang berukuran 5 cm x 10 cm. Pengujian dilakukan dengan
cara menarik sekrup tersebut dari sampel sampai terlepas dengan alat uji
universal. Nilai kuat pegang sekrup merupakan beban maksimum saat sekrup
tercabut dari sampel dalam kg. Posisi penempatan sekrup pada permukaan panel
dapat dilihat.
g. Pengujian kuat tekan
Selain tegangan tarik, terdapat jenis tegangan lain yang
dikenal dengan julukan tegangan tekan. Tegangan tekan berlawanan dengan
tegangan tarik. Jika pada tegangan tarik, arah kedua gaya menjahui ujung benda
(kedua gaya saling manjahui), maka pada tegangan tekan, arah kedua gaya saling
mendekati. Dengan kata lain benda tidak ditarik tetapi ditekan (gaya-gaya
bekerja di dalam benda).
Perubahan bentuk benda yang disebabkan oleh tegangan tekan dinamakan mampatan. Tiang-tiang yang menopang beban, seperti tiang bangunan mengalami tegangan tekan.Pada prinsipnya aplikasi kekuatan tekan berfungsi untuk menahan gaya-gaya yang akan bekerja pada papan partikel diantaranya adalah gaya horisontal dan gaya vertikal.
Perubahan bentuk benda yang disebabkan oleh tegangan tekan dinamakan mampatan. Tiang-tiang yang menopang beban, seperti tiang bangunan mengalami tegangan tekan.Pada prinsipnya aplikasi kekuatan tekan berfungsi untuk menahan gaya-gaya yang akan bekerja pada papan partikel diantaranya adalah gaya horisontal dan gaya vertikal.
3. Faktor-faktor
Yang Mempengaruhi Mutu Papan Parikel
Faktor-faktor yang mempengaruhi mutu papan partikel yaitu
berat jenis kayu,zatekstraktif kayu,jenis kayu,campuran jenis kayu,ukuran
partikel,kulit kayu,perekat yang digunakan,pengolahan yang akan dijelaskan
sebagai berikut : ( Sutigno,1994)
a.
Berat jenis kayu
Perbandingan antara kerapatan atau berat jenis papan
partikel dengan berat jenis kayu harus lebih dari satu, yaitu sekitar 1,3 agar
mutu papan partikelnya baik. Pada keadaan tersebut proses pengempaan berjalan
optimal sehingga kontak antar partikel baik.
b.
Zat ekstraktif kayu
Kayu yang berminyak akan menghasilkan papan partikel yang
kurang baik dibandingkan dengan papan partikel dari kayu yang tidak berminyak.
Zat ekstraktif semacam itu akan mengganggu proses perekatan.
c.
Jenis kayu
Jenis kayu (misalnya Meranti kuning) yang kalau dibuat papan
partikel emisi formaldehidanya lebih tinggi dari jenis lain (misalnya meranti
merah). Masih diperdebatkan apakah karena pengaruh warna atau pengaruh zat
ekstraktif atau pengaruh keduanya.
d.
Campuran jenis kayu
Keteguhan lentur papan partikel dari campuran jenis kayu ada
diantara keteguhan lentur papan partikel dari jenis tunggalnya, karena itu
papan partikel struktural lebih baik dibuat dari satu jenis kayu daripada dari
campuran jenis kayu.
e.
Ukuran partikel
Papan partikel yang dibuat dari tatal akan lebih baik
daripada yang dibuat dari serbuk karena ukuran total lebih besar daripada
serbuk. Karena itu, papan partikel struktural dibuat dari partikel yang relatif
panjang dan relatif lebar.
f.
Kulit kayu
Makin banyak kulit kayu dalam partikel kayu sifat papan
partikelnya makin kurang baik karena kulit kayu akan mengganggu proses
perekatan antar partikel. Banyaknya kulit kayu maksimum sekitar 10%.
g.
Perekat
Macam partikel yang dipakai mempengaruhi sifat papan
partikel. Penggunaan perekat eksterior akan menghasilkan papan partikel
eksterior sedangkan pemakaian perekat interior akan menghasilkan papan partikel
interior. Walaupun demikian, masih mungkin terjadi penyimpangan, misalnya
karena ada perbedaan dalam komposisi perekat dan terdapat banyak sifat papan
partikel. Sebagai contoh, penggunaan perekat urea formaldehida yang kadar
formaldehidanya tinggi akan menghasilkan papan partikel yang keteguhan lentur
dan keteguhan rekat internalnya lebih baik tetapi emisi formaldehidanya lebih
jelek.
h.
Pengolahan
Ada dua macam papan partikel berdasarkan tingkat
pengolahannya, yaitu pengolahan primer dan pengolahan sekunder. Papan partikel
pengolahan primer adalah papan partikel yang dibuat melalui proses pembuatan
partikel, pembentukan hamparan dan pengempaan yang menghasilkan papan
partikel.Papan partikel pengolahan sekunder adalah pengolahan lanjutan dari
papan partikel pengolahan primer misalnya dilapisi venir indah, dilapisi kertas
aneka corak.Proses produksi papan partikel berlangsung secara otomatis.
Walaupun demikian, masih mungkin terjadi penyimpangan yang dapat mengurangi
mutu papan partikel. Sebagai contoh, kadar air hamparan (campuran partikel
dengan perekat) yang optimum adalah 10-14%, bila terlalu tinggi keteguhan
lentur dan keteguhan rekat internal papan partikel akan menurun.
Berdasar uraian diatas dapat disimpulkan berat jenis kayu harus lebih dari satu yaitu 1.3 kayu yang tidak berminyak menghasilkan papan partikel yang baik,papan partikel yang baik terbuat dari serbuk dan serat ,makin banyak kulit kayu makin kurang baik karena mengganggu proses perekatan,perekat urea formaldehida kadar formadehidanya tinggi menghasilkan papan partikel yang bagus.
Berdasar uraian diatas dapat disimpulkan berat jenis kayu harus lebih dari satu yaitu 1.3 kayu yang tidak berminyak menghasilkan papan partikel yang baik,papan partikel yang baik terbuat dari serbuk dan serat ,makin banyak kulit kayu makin kurang baik karena mengganggu proses perekatan,perekat urea formaldehida kadar formadehidanya tinggi menghasilkan papan partikel yang bagus.
4. Mutu
Papan Partikel
Mutu papan partikel meliputi cacat, ukuran, sifat fisis,
sifat mekanis, dan sifat kimia. Dalam standar papan partikel yang dikeluarkan
oleh beberapa negara masih mungkin terjadi perbedaan dalam hal kriteria,cara
pengujian, dan persyaratannya, Walaupun demikian, secara garis besarnya sama.
a. Cacat
Pada Standar Indonesia Tahun 1983 tidak ada pembagian mutu papan partikel berdasarkan cacat, tetapi pada standar tahun 1996 ada 4 mutu penampilan papan partikel menurut cacat, yaitu :A, B, C, dan D. Cacat yang dinilai adalah partikel kasar di permukaan, noda serbuk, noda minyak, goresan, noda perekat, rusak tepi dan keropos
Pada Standar Indonesia Tahun 1983 tidak ada pembagian mutu papan partikel berdasarkan cacat, tetapi pada standar tahun 1996 ada 4 mutu penampilan papan partikel menurut cacat, yaitu :A, B, C, dan D. Cacat yang dinilai adalah partikel kasar di permukaan, noda serbuk, noda minyak, goresan, noda perekat, rusak tepi dan keropos
b. Ukuran
Penilaian panjang, lebar, tebal dan siku terdapat pada semua standar papan partikel. Dalam hal ini, dikenal adanya toleransi yang tidak selalu sama pada setiap standar. Dalam hal toleransi telah, dibedakan untuk papan partikel yang dihaluskan kedua permukaannya, dihaluskan satu permukaannya dan tidak dihaluskan permukaannya.
Penilaian panjang, lebar, tebal dan siku terdapat pada semua standar papan partikel. Dalam hal ini, dikenal adanya toleransi yang tidak selalu sama pada setiap standar. Dalam hal toleransi telah, dibedakan untuk papan partikel yang dihaluskan kedua permukaannya, dihaluskan satu permukaannya dan tidak dihaluskan permukaannya.
c. Sifat Fisis
1.
Kerapatan
papan partikel ditetapkan dengan cara yang sama pada semua standar, tetapi
persyaratannya tidak selalu sama. Menurut Standar Indonesia Tahun 1983
persyaratannya 0,50-0,70 g/cm3, sedangkan menurut Standar Indonesia Tahun 1996
persyaratannya 0,50-0,90 g/cm3. Ada standar papan partikel yang mengelompokkan
menurut kerapatannya, yaitu rendah, sedang, dan tinggi.
2.
Kadar
air papan partikel ditetapkan dengan cara yang sama pada semua standar, yaitu
metode oven (metode pengurangan berat). Walaupun persyaratan kadar air tidak
selalu sama pada setiap standar, perbedaannya tidak besar (kurang dari 5%).
3.
Pengembangan
tebal papan partikel ditetapkan setelah contoh uji direndam dalam air dingin
(suhu kamar) atau setelah direndam dalam air mendidih, cara pertama dilakukan
terhadap papan partikel interior dan eksterior, sedangkan cara kedua untuk
papan partikel eksterior saja. Menurut Standar Indonesia Tahun 1983, untuk
papan partikel eksterior, pengembangan tebal ditetapkan setelah direbus 3 jam,
dan setelah direbus 3 jam kemudian dikeringkan dalam oven 100 °C sampai berat
contoh uji tetap. Ada papan partikel interior yang tidak diuji pengembangan
tebalnya, misalnya tipe 100 menurut Standar Indonesia Tahun 1996, sedangkan
untuk tipe 150 dan tipe 200 diuji pengembangan tebalnya. Menurut standar FAO,
pada saat mengukur pengembangan tebal ditetapkan pula penyerapan airnya
(absorbsi).
d.
Sifat Mekanis
1. Keteguhan (kuat) lentur umumnya
diuji pada keadaan kering meliputi modulus patah dan modulus elastisitas. Pada
Standar Indonesia Tahun 1983 hanya modulus patah saja, sedangkan pada Standar
Indonesia Tahun 1996 meliputi modulus patah dan modulus elastisitas. Selain
itu, pada standar ini ada pengujian modulus patah pada keadaan basah, yaitu
untuk papan partikel tipe 150 dan 200. Bila papan partikelnya termasuk tipe I
(eksterior), pengujian modulus patah dalam keadaan basah dilakukan setelah
contoh uji direndam dalam air mendidih (2 jam) kemudian dalam air dingin (suhu
kamar) selama 1 jam. Untuk papan partikel tipe II (interior) pengujian modulus
patah dalam keadaan basah dilakukan setelah contoh uji direndam dalam air panas
(70 °C) selama 2 jam kemudian dalam air dingin (suhu kamar) selama 1 jam.
2. Keteguhan rekat internal (kuat tarik
tegak lurus permukaan) umumnya diuji pada keadaan kering, seperti pada Standar
Indonesia tahun 1996. Pada Standar Indonesia tahun 1983 pengujian tersebut
dilakukan pada keadaan kering untuk papan partikel mutu I (eksterior) dan mutu
II (interior). Pengujian pada keadaan basah, yaitu setelah direndam dalam air
mendidik (2 jam) dilakukan hanya pada papan partikel mutu I saja.
3. Keteguhan (kuat) pegang skrup diuji
pada arah tegak lurus permukaan dan sejajar permukaan serta dilakukan pada
keadaan kering saja. Menurut Standar Indonesia tahun 1996 pengujian tersebut
dilakukan pada papan partikel yang tebalnya di atas 10 mm.
4. Ampas Tebu (Bagase)
Ampas
tebu atau yang umum disebut bagasse diperoleh dari sisa pengolahan tebu
(Saccharum officinarum) pada industri gula pasir. Berdasarkan komposisi
kimianya, ampas tebu merupakan bahan berlignoselulosa yang dapat dimanfaatkan
sebagai bahan baku alternatif pengganti kayu dalam pembuatan papan partikel.
Ampas
tebu merupakan hasil samping dari proses ekstraksi cairan tebu. Dimanfaatkan
sebagai bahan bakar pabrik, bahan industri kertas, papan partikel dan media
untuk budidaya jamur atau komposisi untuk pupuk (Slamet,2004). Tebu (Saccharum
officinarum) merupakan tanaman perkebunan semusim, yang mempunyai sifat
tersendiri, sebab di dalam batangnya terdapat zat gula. Tebu termasuk keluarga
rumput-rumputan (famili Graminae). Sebanyak
60% dari ampas tebu tersebut dimanfaatkan oleh pabrik gula sebagai bahan bakar,
bahan baku untuk kertas, bahan baku industri kanvas rem, industri jamur dan
lain-lain. Oleh karena itu diperkirakan sebanyak 45% dari ampas tebu tersebut
belum dimanfaatkan. tanaman tebu mempunyai batang yang tinggi kurus, tidak
bercabang, dan tumbuh tegak.tanaman yang tumbuh tinggi batangnya dapat mencapai
3-5 meter atau lebih. Pada batangnya terdapat lapisan lilin yang berwarna putih
keabu-abuan.batangnya beruas-ruas dengan panjang ruas 10-30 cm.daun berpangkal
pada buku batang dengan kedudukan yang bersilanga Tebu dapat hidup dengan baik
pada ketinggian tempat 5-50 meter diatas permukaan lkaut (mdpl), pada daerah
beriklim panas dan lembab dengan kelembaban >70 %, hujan yang merata setelah
tanaman berumur 8 bulan dan suhu udara berkisar antara 28-38 0C
(Slamet,2004).Ampas tebu sebagian besar mengandung ligno-cellulose.
Panjang
seratnya antara 1,7 sampai 2 mm dengan diameter sekitar 20 mikro, sehingga
ampas tebu ini dapat memenuhi persyaratan untuk diolah menjadi papan-papan
buatan. Bagase mengandung air 48 - 52%, gula rata-rata 3,3% dan serat rata-rata
47,7%
PAPAN SEMEN
Papan semen merupakan produk papan
tiruan yang sama halnya dengan papan partikel (particle board). Tetapi terdapat
beberapa perbedaan baik dalam proses pembuatannya maupun pada bahan yang
digunakan. Dalam proses pembuatan khususnya, yaitu dalam proses penekanan.
Dimana papan partikel menggunakan pres panas dan pada papan semen cukup dengan menggunakan pres dingin saja.
Demikian pula bahan yang digunakan, khususnya pada bahan perekat, dimana pada
papan partikel menggunakan perekat organik atau sintetik namun untuk pembuatan
papan semen perekatnya adalah perekat anorganik atau perekat mineral.
Papan semen partikel merupakan papan
tiruan atau papan majemuk yang dibuat dari campuran partikel kayu atau bahan
berligniselulosa lainnya dengan menggunakan semen sebagai bahan perekatnya
dengan campuran bahan lain sesuai dengan tujuan pembuatannya yang kemudian
dilakukan pencetakan dengan pengepresan dingin dalam besar tekanan tertentu
(Handayani, 2001)
Sejauh ini ada dua jenis papan semen
yang pernah dibuat di Indonesia yaitu papan wol kayu (woodwool board) dan papan
semen partikel (cement bonded particle board), dimana papan wol kayu terbuat
dari campuran semen dengan potongan-potongan kayu berbentuk serutan berupa wol,
sedangkan papan semen patikel terdiri dari campuran semen dengan potongan kayu
kecil berupa tatal, serpih sampai serbuk gergaji.
Semen merupakan bahan perekat atau
bahan pengikat anorganik atau dapat juga disebut perekat mineral, sehingga
papan semen adalah bagian dari papan semen mineral (mineral bonded wood
composites).
Berdasarkan fungsi sebagai pengikat,
semen dibedakan menjadi dua macam yaitu sorrel cement dan portland cement. Maka
semen yang digunakan adalah semen portland karena relatif murah dan mudah
diperolah serta memberikan hasil perekatan yang cukup baik.
Pemilihan semen yang baik dapat
dilakukan dengan melihat suhu maksimum hidratasi, baik reaksi antara semen
dengan air maupun antara semen, air dan kayu. Suhu hidratasi yang tinggi adalah
yang dianggap baik, namun perlu disesuaikan dengan memilih klasifikasi yang
dikehendaki.
Faktor-Faktor
yang Berpengaruh terhadap Sifat-Sifat Papan Semen Partikel
Papan semen yang dihasilkan memiliki
sifat fisika maupun mekanika yang spesifik dan dipengaruhi oleh faktor-faktor
tertentu dalam pembuatannya, antara lain :
1. Jenis kayu
2. Zat ekstraktif
3. Rasio partikel dengan semen
4. Akselerator
5. Kerapatan papan
6. Waktu pengeringan
7. Besar tekanan
Keunggulan dan
Kegunaan Papan Semen Partikel
Menurut
Handayani (2001), keunggulan papan semen adalah :
1. Tahan api
2. Tahan terhadap cuaca
3. Tahan terhadap
serangan serangga dan rayap
4. Tahan terhadap jamur
5. Kedap suara
6. Mudah dalam pengerjaannya
7. Memiliki struktur yang kuat
8. Dimensi yang stabil
9. Tidak beracun
Menurut Dix (1989), papan semen dapat dipakai pada iklim
yang berubah-ubah. Untuk kegunaan ekterior antara lain sebagai atap, dinding
rumah prefab, garasi dan dinding kedap suara, sedangkan untuk interior antara
lain sebagai dinding kamar mandi, lantai, plafon, mebel dan panel peralatan
elektronik.
KOMPOSIT
POLIMER KAYU
Kata komposit (composite) merupakan kata sifat yang
berarti susunan atau gabungan. Komposit berasal dari kata kerja “to compose”
yang berarti menyusun atau menggabung. Jadi secara sederhana bahan komposit
berarti bahan gabungan dari dua atau lebih bahan yang berlainan. Salah
satu keuntungan material komposit adalah kemampuan material tersebut untuk
diarahkan sehingga kekuatannya dapat diatur hanya pada arah tertentu yang kita
kehendaki. Hal ini dinamakan “tailoring properties” dan ini adalah salah sifat
istimewa komposit dibandingkan dengan material konvensional lainnya. Selain
kuat, kaku dan ringan komposit juga memiliki ketahanan terhadap korosi yang
tinggi serta memiliki ketahan yang tinggi pula terhadap beban dinamis. Dalam hal ini gabungan bahan ada dua
macam :
a.
Gabungan makro :
- · Bisa dibedakan secara visual
- · Penggabungan lebih secara fisis dan mekanis
- · Bisa dipisahkan secara fisis dan mekanis
b.
Gabungan mikro :
- · Tidak bisa dibedakan secara visual
- · Penggabungan ini lebih secara kimia
- · Sulit dipisahkan, tetapi dapat dilakukan secara kimia
Karena
bahan komposit merupakan bahan gabungan secara makro, maka bahan komposit dapat
didefinisikan sebagai suatu sistem material yang tersusun dari campuran /
kombinasi dua atau lebih unsur-unsur utamanya yang secara makro berbeda di dalam
bentuk dan atau komposisi material pada dasarnya tidak dapat dipisahkan.
(Schwartz, 1984)
Material
komposit terdiri dari dua buah penyusun yaitu filler (bahan pengisi) dan
matrik. Adapun definisi dari keduanya adalah sebagai berikut:
- · filler adalah bahan pengisi yang digunakan dalam pembuatan komposit, biasanya berupa serat atau serbuk. serat yang sering digunakan dalam pembuatan komposit antara lain serat E-Glass, Boron, Carbon dan lain sebagainya. Bisa juga dari serat alam antara lain serat kenaf, jute, rami, cantula dan lain sebagainya.
- · matrik, menurut Gibson R.F, (1994) mengatakan bahwa matrik dalam struktur komposit bisa berasal dari bahan polimer, logam, maupun keramik. Matrik secara umum berfungsi untuk mengikat serat menjadi satu struktur komposit. Matrik memiliki fungsi :
Ø
Mengikat serat menjadi satu kesatuan struktur
Ø
Melindungi serat dari kerusakan akibat kondisi lingkungan
Ø
Mentransfer dan mendistribusikan beban ke serat
Ø
Menyumbangkan beberapa sifat seperti, kekakuan, ketangguhan dan tahanan
listrik.
Penggunaan material komposit telah dikenal selama ribuan
tahun pada alam sekitar kita. Pada jaman mesir kuno, jerami digunakan pada
dinding untuk meningkatkan performa struktur. Kayu merupakan komposit alami
yang sering digunakan selama ini. Para pekerja kuno telah mengenal istilah
komposit dengan menggunakan ter untuk mengikat alang2 untuk membuat kapal
komposit 7000 tahun yang lalu.
Perkembangan dari material komposit tidak terbatas hanya
pada material bangunan dan hal ini dapat dilihat pada abad pertengahan. Di Asia
tengah, busur dibuat dari otot binatang, getah kayu dan benang sutera dengan
bahan perekat sebagai pengikat. Hasil dari komposit yang berlapis2 (laminated)
mimiliki daktilitas dan kekerasan (hardness) dari unsur pokoknya namun kekuatan
merupakan efek sinergi dari gabungan sifat material.
Beton, material yang digunakan oleh seluruh dunia dan juga
material berbasis semen lainnya juga merupakan suatu komposit. Perilaku dan
sifat dari beton dapat dimengerti dan direncanakan, diprediksi dengan lebih
baik bila dilihat sebagai komposit dan begitu pula dengan beton bertulang.
Material komposit akan bersinergi bila memiliki sebuah
“sistem” yang mempersatukan material2 penunjang untuk mencapai sebuah sifat
material baru tertentu.
Seperti yang dikatakan oleh Aristotle pada 350SM “The Whole
is more than just the sum of components”. Aristotle berkeyakinan bahwa skema
konseptual secara keseluruhan dari alam perlu untuk dipersatukan dan tidak
dapat ditinjau dari segi komponen yang terpisah-pisah. Hal ini yang penting
untuk diperhatikan dalam perencanaan struktur oleh seorang engineer.
Material
komposit mempunyai beberapa keuntungan diantaranya (Schwartz, 1997) :
1.
Bobot ringan
2.
Mempunyai kekuatan dan kekakuan yang baik
3.
Biaya produksi murah
4.
Tahan korosi
2.
Klasifikasi komposit
Secara
garis besar komposit dapat diklasifikasikan menjadi 4 macam (Jones, 1999 : 2),
yaitu:
- Fibrous composites materials
- Laminated composites materials
- Particulate composites materials
- Kombinasi dari ketiga tipe di atas
2.1
Fibrous composite material
Terdiri
dari dua komponen penyusun yaitu matriks dan serat. Skema penyusunan serat
dapat dibagi menjadi 3.
fibrous
composit material
Gambar
Skema penyusunan serat. (a) continous fibres, (b) discontinous fibres, (
c) random discontinous fibres.
2.2
Laminated composites material
Terdiri
sekurang-kurangnya dua lapis material yang berbeda dan digabun g secara
bersama-sama. Laminated composite dibentuk dari dari berbagai
lapisan-lapisan dengan berbagai macam arah penyusunan serat yang ditentukan
yang disebut laminat.
Yang
termasuk Laminated composites (komposit berlapis) yaitu :
- Bimetals
- Cladmetals
- Laminated Glass
- Plastic-Based Laminates
2.3
Particulate composite material
Particulate composite material (material komposit partikel) terdiri
dari satu atau lebih partikel yang tersuspensi di dalam matriks dari matriks
lainnya. Partikel logam dan
non-logam
dapat digunakan sebagai matriks. Empat kombinasi yang dapat digunakan sebagai
matriks komposit partikel:
- Material komposit partikel non-logam di dalam matriks non-logam
- Material komposit partikel logam di dalam matriks non-logam
- Material komposit partikel non-logam di dalam matriks logam
- Material komposit partikel logam di dalam matriks logam
Komposit
Kayu
Komposit
kayu merupakan istilah untuk menggambarkan setiap produk yang terbuat dari
lembaran atau potongan–potongan kecil kayu yang direkat bersama-sama
(Maloney,1996). Mengacu pada pengertian di atas, komposit serbuk kayu
plastik adalah komposit yang terbuat dari plastik sebagai matriks dan serbuk
kayu sebagai pengisi (filler), yang mempunyai sifat gabungan keduanya.
Penambahan filler ke dalam matriks bertujuan mengurangi densitas,
meningkatkan kekakuan, dan mengurangi biaya per unit volume. Dari segi kayu,
dengan adanya matrik polimer didalamnya maka kekuatan dan sifat fisiknya juga
akan meningkat (Febrianto, 1999).
Pembuatan komposit dengan menggunakan matriks dari plastik
yang telah didaur ulang, selain dapat meningkatkan efisiensi pemanfaatan kayu,
juga dapat mengurangi pembebanan lingkungan terhadap limbah plastik disamping
menghasilkan produk inovatif sebagai bahan bangunan pengganti kayu. Keunggulan
produk ini antara lain : biaya produksi lebih murah, bahan bakunya melimpah,
fleksibel dalam proses pembuatannya, kerapatannya rendah, lebih bersifat
biodegradable (dibanding plastik), memiliki sifat-sifat yang lebih baik
dibandingkan bahan baku asalnya, dapat diaplikasikan untuk berbagai keperluan,
serta bersifat dapat didaur ulang (recycleable). Beberapa contoh
penggunaan produk ini antara lain sebagai komponen interior kendaraan (mobil,
kereta api, pesawat terbang), perabot rumah tangga, maupun komponen bangunan
(jendela, pintu, dinding, lantai dan jembatan) (Febrianto, 1999: Youngquist,
1995).
Filler ditambahkan ke dalam matriks dengan tujuan
meningkatkan sifat-sifat mekanis plastik melalui penyebaran tekanan yang
efektif di antara serat dan matriks (Han, 1990). Selain itu penambahan filler
akan mengurangi biaya disamping memperbaiki beberapa sifat produknya.
Bahan-bahan inorganik seperti kalsium karbonat, talc,
mika, dan fiberglass merupakan bahan yang paling banyak digunakan
sebagai filler dalam industri plastik. Penambahan kalsium karbonat,
mika dan talc dapat meningkatkan kekuatan plastik, tetapi berat produk
yang dihasilkan juga meningkat sehingga biaya pengangkutan menjadi lebih
tinggi. Selain itu, kalsium karbonat dan talc bersifat abrasif
terhadap peralatan yang digunakan, sehingga memperpendek umur pemakaian.
Penambahan fiberglass dapat meningkatkan kekuatan produk tetapi
harganya sangat mahal. Karena itu penggunaan bahan organik, seperti kayu
sebagai filler dalam industri plastik mulai mendapat perhatian. Di
Indonesia potensi kayu sebagai filler sangat besar, terutama limbah
serbuk kayu yang pemanfaatannya masih belum optimal.
Menurut Strak dan Berger (1997), serbuk kayu memiliki
kelebihan sebagai filler bila dibandingkan dengan filler
mineral seperti mika, kalsium karbonat, dan talk yaitu: temperatur proses lebih
rendah (kurang dari 400ºF) dengan demikian
mengurangi biaya energi, dapat terdegradasi secara alami,
berat jenisnya jauh lebih rendah, sehingga biaya per volume lebih murah, gaya
geseknya rendah sehingga tidak merusak peralatan pada proses pembuatan, serta
berasal dari sumber yang dapat diperbaharui
Beberapa faktor yang perlu diperhatikan dalam pemanfaatan
serbuk kayu sebagai filler dalam pembuatan komposit kayu plastik
adalah jenis kayu, ukuran serbuk serta nisbah antara serbuk kayu dan plastik.
Hal lain yang perlu diperhatikan adalah sifat dasar dari serbuk kayu itu
sendiri. Kayu merupakan bahan yang sebagian besar terdiri dari selulosa
(40-50%), hemiselulosa (20-30%), lignin (20-30%), dan sejumlah kecil
bahan-bahan anorganik dan ekstraktif. Karenanya kayu bersifat hidrofilik, kaku,
serta dapat terdegradasi secara biologis. Sifat-sifat tersebut menyebabkan kayu
kurang sesuai bila digabungkan dengan plastik, karena itu dalam pembuatan
komposit kayu-plastik diperlukan bantuan coupling agent (Febrianto,1999).
0 komentar:
Posting Komentar